Lari pagi sekarang tidak sesegar dulu.
Jika dulu, lari pagi masih dapat merasakan datangnya kabut. Masih bisa mencium segarnya embun pagi yang membasahi dedaunan dan rerumputan. Kicau burung terdengar indah ikut menambah semangat berlari. Masih dapat melihat kelelawar-kelelawar yang baru pulang dari mencari makan di malam harinya. Hidung dimanjakan oleh bau harum bunga kapas yang sedang bermekaran jika sedang bermusim. Mata pun dimanjakan oleh indahnya deretan pepohonan karet yang rindang. Daerah aliran Sungai Ciliwung sangat indah dengan rimbunan pohon bambu, nangka, melinjo dan semak belukar. Sesekali terlihat biawak dan tupai menyemarakkan pagi hari.
Tapi itu dulu! Kadar oksigen yang biasa diserap paru-paru harus berkurang akibat makin sedikitnya pepohonan dan bertambahnya polusi udara. Kabut pagi sudah menjadi kabut asap. Semakin sedikit tukang koran yang masih setia dengan sepedanya. Kicau burung tertelan suara deru mesin. Hutan karet berubah menjadi hutan beton. Segarnya embun pagi pun kalah oleh bau busuk Ciliwung yang makin penuh dengan sampah. Entah kemana perginya tupai dan biawak.
Sedihnya! Pak Badrul Kamal sebagai walikota Depok sungguh tidak mempunyai visi dengan masa depan kota Depok. Di awal kehadiran Plaza Depok dan Mall Depok membuat banjir perumahan yang berada di sekitarnya. Lahan walikota Depok yang rindang harus rela tergusur oleh pembangunan ITC Depok. Bangunan bersejarah peninggalan Belanda di Margonda Raya harus terjepit oleh pembangunan pusat perbelanjaan Margo City. Suasana semakin mengerikan dengan dibangunnya Depok Town Square. Entah bagaimana Depok nantinya setelah pembangunan apartemen selesai yang pastinya akan berdiri angkuh di samping jalan Margonda yang semakin macet.
Modernisasi yang berjalan seharusnya tidak mengorbankan lingkungan.
Ah sudah lah... mau gimana lagi? Saya sendiri pun ikut andil merusak keasrian kota Depok. OMDO aja. Besok-besok lari pagi abis subuh aja, jam 5 pagi. Pasti masih segar ya?
Oh iya, mudah-mudahan UI masih akan terus hijau.