Based on True Story, dan udah pernah gua masukin di milis SMA dan SMP gua sama sebuah forum. Tebak gua yang jadi siapa hayo? ;-)
Alkisah, ada sekelompok anak pecinta alam dengan uang pas-pasan berpetualang ke Gunung Semeru. Mereka adalah Enchop, Copong, Kirik, Agung, Pano, dan Cadut. Walau terdiri dari berbeda-beda agama, mereka boleh dibilang rukun dan kompak. Patutlah untuk dicontoh oleh daerah-daerah konflik agama agar juga hidup rukun seperti mereka.
Setelah menempuh perjalanan jauh dan melelahkan dari Jakarta dengan bergonta-ganti kendaraan dari kereta, bus, sampai angkot, sampailah mereka di markas pecinta alam teman Agung di sebuah universitas swasta di kota Malang. Mereka pun beristirahat sejenak melepas penat. Tak lama kemudian Copong dan Agung pergi ke pasar untuk membeli makanan secukupnya, sementara keempat teman lainnya merapikan dan mengecek perlengkapan. Salah satu makanan favorit yang akan dibelinya adalah sosis. Mereka sepakat, walau mahal, sekali-kali menyantap makanan mewah yaitu Indomie bertabur sosis di gunung nanti.
Dua hari kemudian, mereka sudah menikmati petualangannya. Keindahan Ranupane, Ranukumbolo, Tanjakan Cinta, Kali Mati, dan Semeru memang tak terlukiskan dengan kata-kata. Tak satu pun momen-momen menarik selama perjalanan lepas dari jepretan kamera SLR Cadut.
Tak terasa hari sudah sore dan mereka pun sudah berada di lereng terdekat untuk sampai ke puncak Mahameru. Akhirnya diputuskan untuk beristirahat beberapa puluh meter di atas Kali Mati dan beberapa puluh meter juga dari Arcopodo. Arcopodo adalah basecamp terakhir vegetasi, selepas itu tidak ada yang nampak selain bentangan pasir yang begitu luas hingga ke puncak.
Malampun tiba, pada waktu itu jam menunjukkan sekitar pukul 7 dan suhu berkisar 5 sampai 10 derajat celcius. Saat-saat yang ditunggu yaitu makan Indomie lauk sosis sudah di depan mata.
Agung: "Nchop, bangun! Ayo makan! Jangan meringkel terus kayak kucing gitu!"
Enchop: "Brrrr... dingin banget! Apa Gung? Mau makan? Asik! Kalo gitu gua masak air dah."
Hanya diterangi cahaya api parafin dan beberapa buah lilin, semuanya bekerja bakti untuk mengadakan pesta di malam yang gelap gulita nan sunyi di Gunung Semeru. Enchop yang baru bangun langsung membuat STMJ. Kirik yang menjadi juru masak tampak asik mengaduk pancinya yang penuh berisi Indomie rebus.
Kirik: "Pong! Elu panasin kaleng sosisnya! Tuh kompor gua nganggur!"
Copong: "Iyah! Geseran dong! Sempit amat. Ntar kompornya jatuh."
Copong pun membuka bagian atas kaleng itu memakai pisau swisnya dan serta merta langsung membakar kaleng berisi sosis itu di atas kobaran kompor gas Kirik.
Sambil menunggu matangnya hidangan pesta, mereka duduk-duduk beralaskan ponco di depan tenda dum asik mengobrol.
Cadut: "He he he, akhirnya makan daging. Dari pagi cuman makan roti sama Indomie doang. Alhamdulillaah ya Allah. Pong! Masaknya yang mateng yah!"
Sebenernya, merupakan hal yang langka seorang Cadut bersyukur terang-terangan. Namun menjadi hal yang lumrah jika Cadut menjadi alim dan melankolis ketika berada di gunung. Mungkin Cadut memang seharusnya sering-sering ke gunung agar semakin sering bersyukur juga.
STMJ akhirnya matang.
Enchop: "Fuuuuhh...! Enak bener, seger. Nih STMJ-nya! Minum dua srusup dulu! Jangan pada maruk!"
Pano: "Sini!"
Rupanya Pano lupa diri, bukan hanya dua, sepertinya sudah tiga atau empat tegukan telah dinikmatinya. Teman-temannya sih tidak ada yang keki karena sudah paham sama tabiatnya, apalagi memang ransel Pano gede dan berat banget. Udah kayak kulkas berjalan gitu. Kecuali si Agung yang akhirnya keki juga.
Agung: "Hoooiiii! Hardtop (boros) banget luh. Sini!"
Sambil menunggu matangnya sosis dan Indomie, mereka asik menggilir nesting berisi STMJ itu dan menikmati teguk demi teguk airnya yang hangat.
Kirik: "Pong! Sosisnya udah mateng belom? Indomienya ntar keburu dingin nih!"
Copong: "Nih udah!"
Copong pun mengambil satu batang sosis dengan garpu. Sementara Pano memegang kaleng sosis yang panas itu dengan sarung tangan tebalnya. Beberapa detik sebelum sosis pertama jatuh ke dalam genangan Indomie. Tiba-tiba Pano berteriak.
Pano: "STOP! Eh sosisnya balikin! Ini sosis Babi!" (uh suaranya cempreng banget) :P
Copong pun kaget dan langsung menarik sosisnya menjauh dari panci Indomie. Teman-teman yang lain pun ikutan kaget.
Copong: "Ah, jangan bercanda! Udah laper nih! Gak ada tulisan Babi atau Pig-nya kok!"
Pano: "Elu katanya udah Advance tiga di LIA! Kan di sini ditulis PORK!"
Copong: "Eeeeh, emang Pork apaan?"
Pano: "Pork itu BAABBIIIII! BEGOOO! Elu di pasar asal beli sosis yah?"
Copong: "Ah enggak! Babi itu Pig bukan Pork!"
Copong masih ngeyel. Sementara temen-temen yang tidak bisa makan daging Babi cukup terpukul karena kecewa harapan makan mewah telah sirna.
Kirik: "Bener Pong! Pork itu daging Babi yang udah diolah!"
Cadut pun tiba-tiba marah sama Pano.
Cadut: "Elu No! Aturan elu diam aja. Kan kalo kita-kita gak tahu itu Babi, hukumnya gak dosa kalau kemakan (tidak sengaja)! Ya kan Nchop?" (gak tau deh ini menunjukkan sikap alim atau sebaliknya?)
Tanya Cadut kepada Enchop yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren.
Enchop: "Elu Dut! Ternyata kita-kita emang gak diijinin makan Babi. Udah ah Dut!"
Agung dan Kirik: "He he he... Alhamdulilah (tidak fasih). Sorry nih. Jatah daging tambah banyak."
Tak lama kemudian tertawalah keras-keras keenam sahabat itu di belantara Semeru. Yah tertawa geli akibat tindakan bodoh Copong membeli sosis Babi dan membayangkan seandainya Pano tidak menyadari Sosis Babi itu. Akhirnya makan mewah tetap berlangsung bagi Kirik dan Agung. Sementara lainnya harus rela makan seperti tadi siang, Indomie rebus pakai bumbu saja.